Rabu, 21 Desember 2011

Menahan Laju Urbanisasi Lewat Masyarakat Produktif




Indonesia mempunyai potensi besar dalam hal ekonomi dan sangat disayangkan sampai saat ini Indonesia masih berpredikat negara berkembang. Jika melihat data terakhir Badan Pusat Statistik ( BPS ) jumlah angkatan kerja di Indonesia berjumlah 105.802.372. Sungguh angka fantansis dan seharusnya bisa menjadi potensi besar dalam memajukan perekonomian Indonesia. Tapi sebuah ironi, karena mayoritas angkatan kerja tersebut lebih memilih menjadi pekerja. Bahkan dari total 238 juta jiwa pendududuk Indonesia hanya 0,24 persen saja yang menjadi pengusaha. Bahkan menurut data terakhir jumlah pengusaha di Indonesia hanya berjumlah 400.000, sedangkan jika ingin Indonesia menjadi negara maju dibutuhkan sekitar 14% dari seluruh penduduk di Indonesia. Ini adalah tugas berat pemerintah untuk terus menggenjot lahirnya para pengusaha baru di Indonesia. Jika mau berkaca pada negara lain. Di Amerika sendiri dari total seluruh penduduknya, sekitar sebelas persen berkecimpung di dunia wirausaha.
Sudah melekatnya anggapan pada mayoritas masyarakat bahwa menjadi pegawailah mereka merasa aman secara keuangan. Paradigma inilah yang harus dirubah dari mayoritas masyarakat Indonesia. Karena, bukan dari menjadi pegawai saja mereka bisa mendapat materi. Dari berwirausaha masyarakat bisa mendapat materi. Bahkan, Nabi Muhammad pernah bersabda “sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang ( wirausaha )”.
Tentu saja dibutuhkan peran pemerintah untuk melahirkan para pengusaha baru. Dorongan pemerintah yang terus dilakukan dengan melakukan sosialisasi gemaskop ( gerakan masyarakat sadar koperasi), KUR ( Kredit Usaha Rakyat ) yang dilakukan pemerintah masih terasa belum maksimal hasilnya, walaupun ada tren menurunnya angka pengangguran. Tentu saja untuk menciptakan para pengusaha baru tidak semudah membalikan telapak tangan. Memang sudah ada kemudahan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan usahanya. Tinggal bagaimana membangun jiwa masyarakat yang ingin terjun di dunia wirausaha.
Melihat tugas pemerintah untuk menciptakan para pengusaha baru cukup sulit dan tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. Dunia akademisi juga turut mendukung peran pemerintah dalam mencetak para pengusaha baru, dengan pemberian materi wirausaha yang mulai sekarang ini mulai digalakkan diberbagai kampus. Bahkan hampir disemua kampus, wirausaha sudah menjadi matakuliah wajib untuk para mahasiswa. Harusnya pemberian materi wirausaha tidak hanya terdapat pada perguruan tinggi saja. Pada pendidikan dasar juga harus ada pengajaran tentang dunia wirausaha. Dengan begitu kita mulai menanam jiwa – jiwa wirausaha sejak dini. Agar kedepannya muncul para pengusaha baru.  
Tugas pemerintah bukan hanya untuk melahirkan para pengusaha baru, tapi juga menjaga para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Dan untuk terus menciptakan iklim bisnis yang sehat. Langkah untuk memproteksi produksi dalam negeri juga harus dilakukan pemerintah. Sejak diberlakukannya ACFTA, dan masuknya barang – barang produksi China sudah membuat para pengusaha domestik dipaksa memutar otak lebih keras, untuk bersaing dengan barang buatan China. Bagi pengusaha yang tidak sanggup bersaing akhirnya lebih memilih gulung tikar. Jika sampai banyak pengusaha yang gulung tikar karena tidak kuatnya bersaing dan tidak ada perlindungan produksi dalam negeri. Maka sia-sia usaha pemerintah untuk memajukan ekonomi Indonesia lewat wirausaha.
 
 
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Jakarta
*tulisan ini pernah dipublikasi di Tangsel Pos ( koran Daerah Tangerang Selatan yang termasuk Jawa Pos Group)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar